Mari Bijak Bersuara LPSK Melindungi, Lawan Korupsi !!!


Di era demokrasi sekarang ini, kebebasan bersuara semakin terbuka lebar. Terlebih saat perkembangan teknologi pun menunjang seseorang untuk menyampaikan kritik atau pendapat. Sehingga di era ini daya kritis masyarakat pun semakin meningkat. Namun perlu diingat bahwa penggunaan sosial media, termasuk untuk menyampaikan kritik, pendapat bahkan berkeluh kesah tentang layanan masyarakat, sampai menyampaikan kesaksian di media sosial ada aturannya. 

Ilustrasi Bersuara Lawan Korupsi
Dalam perkembangan penggunaan internet yang semakin pesat, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah membuat Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang juga menerangkan etika dalam menggunakan media sosial atas revisinya di tahun 2016. Jadi sebagai warga negara yang baik tentu kita harus taat hukum termasuk dalam penggunaan teknologi informasi dan media sosial. Hendaknya kita lebih belajar bijaksana dalam menyampaikan kritik, pendapat, keluh kesah sampai kesaksian. Ditakutkan kalau tidak berhati hati dalam bercuit di media sosial, jika dianggap merugikan orang lain maka bisa diperkarakan. Masih belum lepas dari ingatan kita kasus Prita Mulyasari yang harus masuk penjara gara-gara mengunggah keluh kesahnya dalam media sosial tentang layanan sebuah rumah sakit. Atau kasus komika Acho yang diperkarakan oleh apartemen tempat tinggalnya karena kritik di dunia maya pula. Dan jika ini berkaitan dengan kesaksian yang diunggah di media sosial, bisa-bisa malah diri sendiri yang celaka.

Namun harapannya dengan adanya Undang-undang ITE dan contoh kasus semisal Prita dan Acho menjadi pelajaran untuk kita pengguna teknologi informasi dan juga media sosial untuk lebih berhati-hati dan bijak untuk bersuara, bukan malah semakin takut untuk bersuara. Dan akan lebih bijak jika menyampaikan kritik, pendapat, keluhan, atau bersaksi, yakni dengan menyampaikannya kepada pihak terkait atau pada lembaga yang khusus menangani bidang tersebut. Tentu menjadi iklim yang baik jika daya kritis masyarakat mulai meningkat. Kalaupun banyak kasus korupsi hingga beberapa OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK yang terjadi di Jawa timur. Ternyata bukan karena adanya target khusus dari KPK atau karena Jawa Timur pusat koruptor. Namun dalam Jawa Pos terbit Minggu, 17 September 2017. Koordinator ICW (Indonesia Corruption Watch) mengindikasikan bahwa hal ini dikarenakan banyaknya aduan dari masyarakat di Jawa Timur berkenaan korupsi kepada pihak KPK melalui penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan. 

Masih menurut Koordinator ICW, kepala daerah berpotensi melakukan tindak korupsi mengingat biaya politik yang mahal. Korupsi di daerah memang rentan terjadi karena dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengelola jalanya pemerintahan. Hal ini memungkinkan adanya proyek-proyek daerah yang juga mungkin melibatkan pihak swasta dengan sistem tander. Tentu ini bisa jadi bisnis sampingan bagi pejabat pemerintahan yang tidak bertanggung jawab, apalagi jika tidak diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas. Terlebih isu balik modal biaya kampanye bagi pemimpin daerah juga masih sering terdengar. Biaya ini dibutuhkan untuk mencari perhatian calon pemilih pada masa kampanye, dimana suara pemilih diharap mampu mengantarkan calon kepala daerah menjadi pemimpin sangatlah besar. Bukan hanya biaya kampanye, bagi calon yang menggunakan cara money politic tentu butuh sponsor untuk memenuhi biaya pencalonan tersebut. Dan saat kepala daerah itu kemudian jadi, tentu menggembalikan dana kampanye kepada sponsor sesuatu yang lumrah. Dengan jalan memberikan proyek daerah kepada sponsor, memberikan izin pertambangan jika sponsornya swasta, serta pemberian promosi jabatan bagi pegawai yang mendukung dan lain sebagainya.
Ilustrasi Uang Korupsi
 
Operasi Tangkap Tangan KPK terakhir yang dilakukan di Batu Jawa Timur, cukup menghebohkan. Namun yang lebih membuat miris adalah kasus OTT sebelumnya yang dilakukan KPK di Pamekasan. Pejabat daerah termasuk Bupati Pamekasan diduga menyelewengkan alokasi dana desa. Adanya Undang-undang tentang pemerintahan desa serta dana desa, menambah daftar kemungkinan indikasi korupsi di daerah. Dana yang digelontorkan ke desa melalui daerah jika tidak mendapat pendampingan dengan benar, ditakutkan dana tersebut tidak tepat sasaran, malah jadi obyek korupsi di tingkat daerah. Sudah menjadi rahasia umum jika pungli sampai korupsi besar-besaran sudah menjadi budaya di daerah. Dan jika ini sudah berlangsung sejak lama, bisa kita bayangkan berapa saja kerugian negara yang diambil oleh para koruptor termasuk yang ada didaerah?.

Berkenaan dengan kasus korupsi, tentu dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak untuk bisa memberantasnya. Termasuk berkaitan  dengan daya kritis masyarakat, yakni bersedianya masyarakat untuk melaporkan jika memiliki bukti yang valid kepada pihak-pihak yang terkait. Karena bagaimanapun korupsi  adalah kasus yang secara tidak langsung merugikan masyarakat juga. Cukup di sayangkan jika kita mengingat kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp. 2,3 triliun. Namun penyidik justru kehilangan saksi kunci dalam kasus tersebut, saksi kunci diduga bunuh diri karena beban mental dan ketakutannya atas keterlibatannya dalam kasus korupsi e-KTP. Bahkan meninggalnya korban sempat jadi misteri, diduga untuk menyamarkan kasus korupsi masal e-KTP tersebut. Agar hal semacam itu tidak terulang lagi maka juga perlu adanya kesadaran bagi siapapun yang merasa berkaitan dengan perkara korupsi atau yang merasa berpotensi jadi saksi untuk menghubungi LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Adalah lembaga mandiri yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Hal ini tentu baik dalam rangka penegakakan peradilan di Indonesia. Dan tindakan ini perlu dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. 

Dimanapun tempatnya, baik di pusat maupun di daerah korupsi harus diberantas. Korupsi yang ada di daerah atau potensi korupsinya,  mungkin akan terlihat pasca PEMILU atau PEMILUKADA atau di akhir kepemimpinan sang aktor, meskipun memang tidak semua pemimpin daerah menggunakan cara kotor. Semoga kedepan terbentuk kerjasama yang baik antar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan instansi pemerintahan lainya yang berkenaan dengan pemberantasan korupsi, agar korupsi bisa diberatas sampai ke akarnya. Selain itu, harapannya LPSK kedepan lebih  dekat dengan rakyat didaerah, mengingat terlepas dari kasus korupsi, kasus lain pun dimana saksi butuh pendamping dan perlindungan juga cukup banyak di daerah. Sekali lagi korupsi di Indonesia masih jadi hal lumrah. Namun jika ini terus menjadi budaya di negeri ini, maka selamanya Indonesia hanya akan menjadi negara berkembang dengan korupsinya. Jadi mari bijak bersuara LPSK melindungi, lawan korupsi!!!.



 https://www.youtube.com/watch?v=MKFQ4X0rqhg
 

Sumber:
Jawa Pos. 17 September 2017. Bukti Warga Jatim Makin Gencar Laporkan Korupsi, hlm. 11

https://news.detik.com/berita/d-3603214/kpk-laporan-dari-as-johannes-marliem-dipastikan-bunuh-diri
http://news.liputan6.com/read/3058830/sebelum-tewas-saksi-kunci-e-ktp-johannes-minta-ini-ke-lpsk 

Komentar

  1. Lpsk berarti apa harus ada disetiap daerah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mengunjungi blog saya :)
      Kalaupun LPSK bisa hadir di setiap daerah di Indonesia, tentu ini akan lebih baik. Mengingat saksi untuk berbagai kasus di daerah juga membutuhkan perlindungan dan bantuan agar bisa menyampaikan kesaksianya dengan tenang. Akan tetapi jika ini sulit untuk diwujudkan, minimal ada rujukan tempat/ call senter yang memasyarakat yang bisa dijadikan acuan.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

'Tips Mengatasi Anyang - Anyangan dengan Uri-Cran'

Dilematika Kemasan Laundry