Pilih Curhat atau Nulis??


Saat seseorang mampu menyampaikan apa yang dia inginkan atau apa yang dia maksud, maka dia akan mendapatkan kepuasan tersendiri.  Hal ini terkait dengan teori kebutuhan maslow tentang aktualisasi diri.  Sama halnya saat pesan yang ingin disampaikan tertahan maka akan menjadi beban tersendiri bagi seseorang. Maka tak heran saat seseorang bisa curhat, bercerita, bersedekah, sampai menulis, dia akan merasa lebih plong. Dikutip dari situs www.psikologikita.com disebutkan Penelitian awal tentang manfaat menulis ekspresif dilakukan oleh Pennebaker & Beal tahun 1986 di Amerika. Hasilnya menyebutkan bahwa kebiasaan menulis tentang pengalaman hidup yang berharga dapat menurunkan masalah kesehatan. Beberapa penelitian yang lainnya menyebutkan bahwa menulis dalam jangka panjang dapat menurunkan stres, meningkatkan sistem imun, menurunkan tekanan darah, mempengaruhi mood, merasa lebih bahagia, bekerja dengan lebih baik dan mengurangi tanda-tanda depresi. Sedangkan dalam aspek sosial dan perilaku, menulis dapat meningkatkan memori, nilai rata-rata siswa sekolah, dan kemampuan sosial linguistik.  

Jika kita tau film Habibie & Ainun, Rudy Habibie atau bahkan serial berikutnya, siapa sangka jika film ini berawal dari curhatan Bapak Bj Habibie yang memutuskan untuk menulis buku tentang kisah cintanya. Mungkin sesuatu yang diluar dari kebiasaan, seorang ilmuan yang bicara tentang cinta. Bukan tanpa sebab sebenarnya. Ini dilakukannya karena dia ingin meluapkan emosinya dalam tulisan. Saat kehilangan istri tercintanya yakni Hasri Ainun Besari atau Ainun, Habibie sangat terpukul saat itu. Habibie kemudian konsultasi dengan profesor dokter yang telah menjadi langganan keluarga. Hasil pemeriksaan itu menyatakan hubungan Habibie dan Ainun terlalu dekat. Sehingga Habibie mengalami Psikosomatis, sehingga dia tenggelam dalam kesedihan. Menurut tim dokter, jika dia tak berbuat apapun, Habibie bisa mengikuti jejak istrinya. Maka, dokter pun memberi empat saran. Pertama, Habibie dirawat di rumah sakit jiwa. Kedua, tetap di rumah tapi ada tim dokter dari Indonesia dan Jerman yang ikut merawat. Ketiga, curhat kepada orang-orang yang dekat dengan Habibie dan Ainun. Keempat, dengan menulis. Kemudian Habibie memilih Saya untuk menulis. Ternyata Pilihan Habibie tak salah. Ia pelan-pelan dapat menenangkan dirinya dan buku Habibie & Ainun pun laris manis. Buku ini telah dicetak ke dalam beberapa bahasa, selain Bahasa Indonesia tentunya, yakni seperti Inggris, Arab, dan Jerman.

Dari pelajaran Habibie & Ainun (yang lain waktu saya coba buat resensinya) dapat kita ambil hikmah bahwa bagaimana beban masalah dapat lebih ringan jika bisa dituangkan dalam bentuk tulisan selain dengan curhat kepada orang lain. Memang tentu ada perbedaan antara curhat dan menulis, curhat cenderung menyampaikan ungkapan hati dalam bentuk verbal atau berbicara pada suatu objek, bisa kepada orang lain, diri sendiri, benda bahkan kepada Tuhan, tentu anda harus lah  memilih obyek curhat yang paling dipercaya. Sedangkan dalam menulis memang lebih sulit karena perlu adanya konsep tulisan dan menuangkan isi fikiran kedalam tulisan semisal dengan menulis keresahan permasahlahan di media massa, buku termasuk yang suka curhat di media sosial. Memang semua itu sah-sah saja asal tidak menyinggung pihak lain dan masih dalam batas kewajaran. Yang jelas ternyata kedua hal tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan mental sesuai pilihan yang diajukan tim dokter pada Pak Habibie saat dirinya mengalami gangusn psikosomatis dan depresi berlebih saat kehilanagn ibu Ainun. Jadi jika ada pertanyaan pilih curhat atau nulis? anda pilih mana?

Romatis ya kisahnya Pak Habibie dan Ibu Ainun. Simak juga Kisah Cinta abadi berikut ini.




Sumber
http://www.psikologikita.com/?q=psikologi/terapi-menulis-untuk-kesehatan-jiwa


Komentar

Postingan populer dari blog ini

'Tips Mengatasi Anyang - Anyangan dengan Uri-Cran'

Dilematika Kemasan Laundry

Mari Bijak Bersuara LPSK Melindungi, Lawan Korupsi !!!