Hati Yang Tergugah


Selamat hari jum’at kawan, semoga kesehatan, keselamatan dan kedamaian hati selalu menyertai kita, karena ternyata itulah rejeki luar biasa yang Allah berikan pada umatnya. Jujur pagi ini hatiku masih campur aduk antara sedih, malu, tapi juga syukur. Hal ini berawal dari hari kemarin yang sebenarnya berlangsung seperti biasa. Selain siaran aku memiliki kewajiban membantu administrasi kantor di radio tempatku bekerja. Waktu itu aku disibukkan dengan tugas melayani pembelian obat dari sponsor radio. Sambil aktifitas teman kerjaku bercerita tentang beberapa hari lalu ada kecelakaan di jalan Batoro Katong Ponorogo, antara pengendara motor yang katanya pelajar STM dengan pengendara sepeda yang merupakan pelajar SMP, dan akhirnya pengendara sepeda meninggal dunia. Memprihatinkan, ternyata keluarga korban meninggal adalah keluarga tidak mampu yang sangat membutuhkan bantuan. Awalnya aku tidak memperdulikan berita itu, aku melanjutkan aktifitasku seperti biasa.


Hal yang paling tidak aku sukai saat bekerja adalah jika harus menggantikan teman siaran secara mendadak, dan hari itu terjadi padaku. Rasa dongkol pun menggelayut masuk ke ruang siaran, sampai terbawa di on mic. Namun hal itu berakhir saat ada pendengar streaming radio dari TKW Taiwan yang mengupload foto-foto rumah yang membuatnya menangis. Dia katakan foto-foto didapatnya dari teman TKW lain, foto itu adalah gambar rumah bapak Hasan Pujo di jalan Batoro Katong yang perlu bantuan karena tidak layak huni. Aku jadi teringat cerita teman kantor tentang Mifta, kemudian aku cari informasi temanku sebelumnya dari kesimpangsiuran berita. Dan ternyata benar Miftakhul Dwi Khasanah (13 tahun) adalah putri bapak Pujo (50 tahun) yang sebelumnya mengalami kecelakaan dan sempat dilarikan ke RS. Sudono Madiun karena luka serius di bagian kepala namun nyawanya tidak tertolong.


Foto Rumah Korban
Mifta adalah anak pertama yang juga harus ngopeni bapaknya yang buta dan adiknya Jopi Muhammad Zamnas (10 tahun). Pak Pujo menderita kebutaan (belum buta total, masih bisa melihat sedikit), sedangkan ibunya Mifta sejak 10 tahun lalu pergi ke Malaysia untuk menjadi TKW. Mifta dan keluarganya tidak mengetahui keberadaan dan juga kabar terakhir ibunya. Jadi selama ini Mifta lah yang menggantikan ibunya mengerjakan tugas rumah mulai dari memasak, mencuci sampai membersihkan rumah dibantu adik dan bapaknya. Karena bapaknya buta, mifta dan adiknyalah yang bergantian mengantarkan bapaknya ke tempat orang yang biasa memanggilnya untuk memijat, Pak Pujo seorang tukang pijat panggilan. Dari situlah keluarga ini mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 


Akupun mencoba meluruskan kesimpangsiuran kabar yang tadi diterima dari pendengar dari Taiwan. Karena memang komunitas TKI (Tenaga Kerja Indonesia) atau TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Ponorogo sangatlah besar, jadi kabar di dalam negeri pun cepat merebak melalui sosial media. Ternyata respon serupa juga dialami oleh beberapa pendengar di Ponorogo yang juga iba melihat di sosial media tentang kejadian yang dialami Mifta ini. Ya Allah hatiku trenyuh seketika, aku malu karena selama ini masih sering mengeluh atas hal yang kurang mengenakan dalam hidupku. Memang manusia hidup dengan nikmat dan cobaanya masing-masing. Namun jika kesempatan hidup telah berakhir, tidak ada lagi yang bisa disyukuri.  

Namun pagi ini aku sedikit lega setelah kulihat sosial media, sebab setelah masyarakat mengetahui kondisi keluarga Mifta. Alhamdulillah berbagai bantuan mulai diterima keluarga Mifta, bahkan katanya ada seorang dermawan yang mau menanggung biaya sekolah adik Mifta sampai SMA dan semoga istiqomah. Iya itulah dampak positif sosial media, dengan cepat mampu menggerakkan para pemilik akun. Tentu ini lebih manfaat daripada sekedarmenghujat atau hiburan. Jika dari sosial media beberapa waktu lalu ada kisah bapak penjual nasi uduk dan kali ini tentang Mifta. Mungkin bisa dilanjutkan untuk kegiatan positif lainnya. Atau bahkan ada Mifta – Mifta yang lain disekeliling kita yang perlu kita bantu. Selain keadaan Keluarga Mifta di Ponorogo pun, nitizen Ponorogo dan sekitarnya juga berusaha menelurusi keberadaan ibu Mifta yang bernama Samini Indrawati (36 tahun) yang kabarnya jadi TKW di Malaysia, melalui pesan berantai di Facebook.

Semoga kisah hidup Almarhumah adik Mifta dan keluarganya ini benar-benar bisa menjadi pelajaran bagi kita, yang masih sering mengeluh karena hal-hal yang sepele. Selain itu menjadi pelajaran untuk bisa membuka mata, telinga dan hati untuk berbagi dengan sesama. Mungkin  banyak mifta-mifta lainya yang perlu bantuan kita. Hari ini hari Jum’at, bisa kita isi dengan hal manfaat, contohnya sedekah. Dan ternyata sedekah itu macam-macam bentuknya dan manfaatnya. Bismillah..




   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

'Tips Mengatasi Anyang - Anyangan dengan Uri-Cran'

Dilematika Kemasan Laundry

Mari Bijak Bersuara LPSK Melindungi, Lawan Korupsi !!!